Kamis, 12 November 2009

DSS

A. Pengantar

Dalam berbagai literatur mengenai mutu pelayanan klinik mutakhir, sistem pendukung keputusan klinik (SPKK) merupakan salah satu jargon yang sering disebut sebagai salah satu alternatif solusi sistemik untuk mencegah medical error dan mendorong sistem pelayanan kesehatan yang menjunjung aspek kemanan pasien (patient safety). Artikel ini akan membahas mengenai pengertian SPKK (khususnya yang berbasis komputer), karakteristik, berbagai contoh aplikasinya serta prospek masa depan.

B. Pengertian

Sistem Pendukung Keputusan (SPK) atau decision support system merupakan salah satu jenis sistem informasi yang bertujuan untuk menyediakan informasi, membimbing, memberikan prediksi serta mengarahkan kepada pengguna informasi agar dapat melakukan pengambilan keputusan dengan lebih baik dan berbasis evidence. Secara hirarkis, SPK biasanya dikembangkan untuk pengguna pada tingkatan manajemen menengah dan tertinggi. Dalam pengembangan sistem informasi, SPK baru dapat dikembangkan jika sistem pengolahan transaksi (level pertama) dan sistem informasi manajemen (level kedua) sudah berjalan dengan baik. SPK yang baik harus mampu menggali informasi dari database, melakukan analisis serta memberikan interpretasi dalam bentuk yang mudah dipahami dengan format yang mudah untuk digunakan (user friendly).
Dari sisi konteks, pada dasarnya sebuah Sistem Pendukung Keputusan Klinik (SPKK) adalah SPK yang diterapkan untuk manajemen klinis. Secara definitif SPKK adalah aplikasi perangkat lunak yang mengintegrasikan informasi yang berasal dari pasien (karakteristik demografis, klinis, sosial psikologis) dengan basis pengetahuan (knowledge base) untuk membantu klinisi dan atau pasien dalam membuat keputusan klinis. Pengguna SPKK adalah tenaga kesehatan yang terlibat dalam tata laksana klinis pasien di rumah sakit mulai dari dokter, perawat, bidan, fisioterapis dan lain-lain.

SPKK tidak harus bersifat elektronis. Kartu Menuju Sehat (KMS) pada dasarnya adalah suatu SPKK sederhana yang menyediakan fasilitas untuk memasukkan data balita secara lengkap mulai dari riwayat persalinan, imunisasi, riwayat minum ASI, berat badan serta grafik yang dilengkapi dengan kriteria status gizi serta panduan tentang bagaimana menginterpretasikan naik turunnya berat badan balita dan dapat digunakan baik oleh tenaga kesehatan maupun orang tua balita. Model SPKK manual lainnya adalah penerapan berbagai algoritma klinis untuk penanganan penyakit tertentu. Namun, dalam tulisan ini kita akan lebih banyak mengulas tentang SPKK yang berbasis komputer.

Sebagaimana ditampilkan pada gambar 1, SPKK tersusun atas komponen sebagai berikut:
Database yaitu kumpulan data yang tersusun secara terstruktur dan dalam format elektronik yang mudah diolah oleh program komputer. Database ini menghimpun berbagai jenis data baik yang berasal dari pasien, obat (jenis, dosis, indikasi, kontraindikasi dll), dokter/perawat dll.
Knowledge base: merupakan kumpulan pengetahuan kedokteran yang merupakan sintesis dari berbagai literatur, protokol klinik (clinical guidelines), pendapat pakar maupun hasil penelitian lainnya yang sudah diterjemahkan dalam bahasa yang dapat dipahami oleh komputer.
Instrumen : adalah alat yang dapat mengumpulkan data klinis seperti: alat pemeriksaan laboratorium, EKG, radiologis dan lain-lain. Keberadaan instrumen dalam suatu SPKK tidak mutlak.

Mesin inferensial (inference engine) : merupakan program utama dalam suatu SPKK yang mengendalikan keseluruhan sistem, mulai dari menangkap informasi yang berasal dari pasien, mengkonsultasikannya dengan knowledge base dan memberikan hasil interpretasinya kepada pengguna.

Antar muka (user interface) : adalah tampilan program komputer yang memungkinkan pengguna berkonsultasi untuk memasukkan data, memilih menu hingga mendapatkan hasil baik berupa teks, grafis, sinyal, simbol dan bentuk interaktivitas lainnya. Interaktivitas dapat bersifat aktif-otomatis maupun pasif.

Jika mesin inferensial adalah program utama yang mengendalikan SPKK maka knowledge base adalah otaknya. Knowledge base dapat diibaratkan sebagai tiruan manusia (dokter) yang ditanamkan ke dalam komputer agar komputer dapat berpikir dan mengambil keputusan sebagaimana manusia(dokter) aslinya. Knowledge base biasanya dikembangkan menggunakan berbagai metode matematis (statistik) seperti Bayesian, neural network maupun aturan simbolis sederhana (IF-THEN). MYCIN, salah satu program SPKK yang paling populer dan dikembangkan pada tahun 1974 menggunakan metode aturan simbolis sederhana seperti pada gambar 2:

ATURAN no 543


JIKA :

jenis infeksinya adalah meningitis tipe infeksinya adalah bakterial pasien sedang mendapatkan terapi kortikosteroid

MAKA
Organisme yang mungkin menyebabkan infeksi adalah e.coli (0.4), klebsiella-pneumoniae(0.2), atau pseudomonas aeruginosa(0.1)


Dalam program tersebut, angka 1 menunjukkan derajat kepastian adalah 100% sebaliknya angka -1 menunjukkan derajat ketidakpastian sebesar 100 %. Angka tersebut merupakan hasil sintesis dari berbagai studi dan pendapat pakar. Terdapat juga SPKK yang knowledge basednya menggunakan metode Bayesian untuk manajemen klinis pneumonia seperti pada gambar 3.
Gambar 3. Contoh penghitungan risiko mortalitas pada penderita pneumonia yang menggunakan pendekatan statistik Bayesian.

C. Fungsi SPKK

Alasan mengapa SPKK disebut-sebut sebagai salah satu alternatif untuk mencegah medical error dan mendorong patient safety terletak pada potensi dan fungsinya. SPKK secara umum akan bermanfaat bagi dokter dalam pengambilan keputusan karena memiliki fungsi mulai dari alerting, assisting, critiquing, diagnosis hingga ke manajemen.
a. Alerting

Alert otomatis akan muncul dan memberikan data serta informasi kepada dokter secara cepat pada situasi kritis yang kadang membahayakan. Pada kondisi tersebut, informasi yang lengkap sangat penting dalam pengambilan keputusan, misalnya: nilai laboratorium abnormal, kecenderungan vital sign, kontraindikasi pengobatan maupun kegagalan prosedur tertentu. Sistem alert telah digunakan secara rutin dalam program HELP (Health Evaluation through Logical Processing) mampu menurunkan laju infeksi pasca operatif dari 13% ke 5.5% per hari dan menurunkan prosentase pemberian antibiotik berlebihan dari 35% ke 18%.Gambar 4 menampilkan contoh SPKK yang memberikan alert jika ada permintaan pemeriksaan laboratorium yang berlebihan.

b. Interpretasi

Interpretasi merupakan asimilasi dari data klinis untuk memahami data pasien. Contoh sederhana adalah mesin penginterpretasi EKG, analisis gas datah maupun pemeriksaan radiologis.

c. Assisting (memberikan bantuan)

Adalah contoh SPKK yang bertujuan untuk mempermudah atau mempercepat aktivitas klinis. SPKK yang bersifat hibrid (campuran manual dan elektronik) akan memberikan hasil print out sintesis data pasien yang mengarahkan kepada tindakan manajemen selanjutnya. Pada sistem yang online, SPKK akan menampilkan seluruh data dalam tampilan grafis yang mudah dilihat dan komprehensif seperti pada gambar 5.
Gambar 5. Tampilan grafis rekam medis elektronik yang menampilkan data pasien secara lengkap hingga ke perhitungan risikonya.

d. Critiquing (memberikan kritik)

Jenis aplikasi ini akan memberikan kritik kepada pengguna untuk memverifikasi keputusan klinis yang telah dipilih. Berbagai contoh aplikasi SPKK jenis ini dapat bermanfaat untuk mencegah permintaan pemeriksaan klinis yang tidak tepat (seperti pada gambar 6), pemberian obat yang tidak sesuai dengan indikasi maupun penerapan protokol klinik.

e. Diagnosis

Merupakan contoh aplikasi SPKK yang paling populer dan banyak dipublikasikan sejak tahun 1970-an. Tujuan aplikasi ini adalah memberikan daftar probabilitas berbagai differential diagnosis berdasarkan data pasien yang diinputkan ke dalam komputer.

e. Manajemen

Pada dasarnya, aplikasi jenis ini bertujuan untuk meningkatkan/memperbaiki sistem manajemen klinis yang ada, mulai dari operasional rumah sakit, alokasi sumber daya (termasuk SDM) hingga ke assessment terhadap perubahan pola penyakit yang dirawat.
Gambar 6. Saran tentang pilihan cara pengambilan pemeriksaan rontgen abdomen..

d. Perkembangan SPKK

Hingga saat ini, banyak sekali publikasi mengenai SPKK yang dapat ditemukan di jurnal internasional dengan berbagai kategori. Tabel 1 menyajikan tiga kategori utama SPKK, yaitu SPKK berspektrum luas, mengenah dan kecil dengan contoh aplikasinya masing-masing.

Namun, pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua aplikasi SPKK diterapkan dalam praktek sehari-hari. Pada waktu awal, gairah riset untuk pengembangan SPKK terpesona dengan kemampuan komputer untuk melakukan analisis secara cepat dan mengumpulkan data yang cukup besar. Sehingga tujuan pengembangan SPKK seakan-akan bertujuan untuk mengganti peran dokter (ingat pertarungan catur Gary Kasparov melawan Deep Blue). Model konsultasi diagnosisk pada program INTERNIST-I pada tahun 1974 menempatkan dokter sebagai pihak yang tidak mampu melakukan diagnosis. Sehingga, dokter diminta untuk memasukkan semua informasi pasien, mulai dari riwayat penyakit, data laboratorium hingga temuan pemeriksaan fisik ke dalam program tersebut untuk mendapatkan hasilnya. Dokter hanya berperan sebagai observer yang pasif dan menjawab YES atau NO terhadap pertanyaan dari INTERNIST-I. Meskipun dari sisi teknis, program INTERNIST-I memiliki kemampuan tinggi untuk mendiagonosis penyakit, tetapi di lapangan tidak ada dokter yang mau memfeed komputer dengan hasil temuannya. Di sisi lain, sangatlah wajar apabila banyak dokter yang menolak SPKK karena aplikasi ini cenderung membatasi otoritas seorang dokter. Namun di sisi lain, perkembangan teknologi informasi menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan yang memungkinkan rumahsakit mengintegrasikan berbagai sumber data menggunakan perangkat keras yang semakin mini (komputer yang dikembangkan untuk SPKK pada tahun 1970-an ukurannya sebesar lemari) dan terintegrasi dengan jaringan (termasuk jalur nir kabel). Di Kanada, 50 persen dokter di bawah usia 35 tahun saat ini sudah menggunakan PDA dan aktif mendownload berbagai e-book tentang clinical guidelines yang terdapat di Internet.

Dalam analisisnya tentang perkembangan SPKK, Bates et al menyarankan 10 syarat agar SPKK diterapkan di lapangan, sebagai berikut:

Speed is everything

Anticipate needs and deliver in a real time

Fit into the user’s workflow

Little things can make a big difference

Recognize that physician will strongly resist stopping

Changing direction is easier than stopping

Simple interventions work best

Ask for additional information only when you really need it

Monitor impact, get feedback and respond

Manage and maintain your knowledge based systems


D. Penutup

Sistem pendukung keputusan klinik yang spesifik akan terus berkembang dan meluas penggunaannya. Analisis EKG, interpretasi analisis gas darah, elektroforesis protein serta hitung jenis sel darah berkomputer merupakan beberapa contoh kecil keberhasilan SPK di bidang klinik. Namun demikian, SPKK generik yang berskala besar masih dipertanyakan. Hal ini sangat tergantung kepada konstruksi dan pemeliharaan basis pengetahuan medis (medical knowledge base). Seperti kita, ketahui, sampai sekarang, sebagian besar rumah sakit di Indonesia masih berkutat dengan subsistem informasi keuangan (khususnya billing). Meskipun, beberapa rumah sakit sudah mengembangkan database rekam medis, tetapi masih terbatas pada pengumpulan data demografis dan diagnosis. Medical knowledge base memerlukan effort yang besar karena harus mengembangkan database klinis pasien (dengan mengumpulkan data diagnosis, simtom, faktor risiko, multimedia, laboratorium hingga ke genetis) serta sumber daya manusia yang konsisten dan terus menerus memelihara dan mengkaji perkembangan mutakhir yang terdapat dalam database pasien serta sumber-sumber literatur kedokteran mutakhir, seperti MEDLINE. Perkembangan pengetahuan terbaru selanjutnya diadaptasi menjadi basis literatur dan dikombinasikan dengan protokol klinik dan outcome terbaik dalam pelayanan klinik sebagai bahan makanan bagi SPKK agar tetap terjaga kekiniannya (gambar 7). Oleh karena itu, pengembangan SPKK jenis ini biasanya sesuai untuk rumah sakit tipe B pendidikan yang memiliki komitmen lebih jelas dalam aspek riset. Sebagian besar literatur yang menjelaskan keberhasilan SPKKpun juga berasal dari institusi besar, dengan jenis layanan tersier dan mayoritas penggunanya adalah residen.

Di sisi yang lain, mengembangkan SPKK generik untuk taraf menengah dan kecil, agar dapat digunakan oleh dokter praktek umum juga sangat dilematis. Kecuali, jika SPKK tersebut didesain dalam bentuk tertentu yang justru akan meningkatkan image dokter di mata pasien. Oleh karena itu, salah satu harapan agar semakin banyak dokter menggunakan SPKK adalah integrasi modul SPKK dengan perangkat yang handy yaitu personal digital assistant (PDA). Namun, hingga saat ini SPKK yang terdapat dalam bentuk PDA lebih banyak bertujuan membantu dokter dalam memilih jenis terapi. Akan tetapi, kemampuan PDA untuk menyimpan database dalam skala besar masih dalam perkembangan. Di rumah sakit besar, pemanfaatan PDA dapat difasilitasi dengan jaringan nir kabel yangmemungkinkan koneksi ke database pasien di rumah sakit.

Sebagai penutup SPKK memiliki prospek yang sangat baik di masa depan. Para peneliti serta publikasi mengenai SPKK menunjukkan pertumbuhan yang meyakinkan dengan jenis aplikasi SPKK yang semakin beragam. Di sisi lain perusahan komersial yang tertarik dengan SPKK juga semakin banyak. Namun, di sisi lain perlu diimbangi dengan assessment tentang cost effectiveness serta prosedur pengujian dan standar mutunya. Semua hal tersebut nantinya akan mendorong perkembangan SPKK baru yang produktif, teruji dan (yang penting lagi) digunakan dalam praktek klinis.

Referensi

Aronsky, D Haug, PJ.
An Integrated Decision Support System for Diagnosing and Managing Patients with Community-Acquired Pneumonia. Proceding of AMIA Conference 2002

Zupana, B, Porenta, A. Vidmard, G, Aoki, N. Bratko, I. Beckc, JR.Decisions at Hand: A Decision Support System on Handhelds. Proceeding of MEDINFO 2001 in V. Patel et al. (Eds)Amsterdam: IOS Press 2001

Bates DW, Kuperman, GJ, Wang, S, Gandhi, T, Kittler, A, Volk, L. Spurr, C, Khorasani, R. Tanasijevic, M. Middleton, B. Ten Commandments for Effective Clinical Decision Support: Making the Practice of Evidence-based Medicine a Reality. J Am Med Inform Assoc. 2003;10:523–530.

Rabu, 21 Oktober 2009

Contoh Penulisan Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

International Organization for Standardization. 1988. Documentation – Bibliographic references, content form and structure : ISO 690-1987. In Documentation and information : ISO standards handbook 1. 3rd ed., 436-447. Geneva: International Organization for Standardization.

Sri Purnomowati, dan Rini Yuliastuti. 1997. Kajian sistem penulisan tinjauan literatur terbitan PDII-LIPI. Jakarta : Sub Bidang Pengkajian Informasi Ilmiah – Bidang Pengembangan Informasi Ilmiah PDII-LIPI. (Tidak dipublikasikan)

Style Manual Committee Council of Biology Editors. 1994. Scientific style and format: The CBE manual for authors, editors, and publish¬er. 6th ed. New York: Cambridge University Press.

Turabian, Kate L. 1987. A manual for writers: Term papers, theses, and dissertation. 5th ed. Chicago : The University of Chica¬go Press.

The University of Chicago Press. 1982. The Chicago manual of style. 13th ed. Chicago: The Universi¬ty of Chicago Press.

Wilkinson, Antoinette Miele. 1991. The scientist’s handbook for writing papers and dissertation. New Jersey: Prentise Hall.

sumber : http://www.slingfile.com/file/41Q8wrmwkB

Contoh Penulisan Sitasi

Cara Penulisan Sitasi


SISTEM PENULISAN

Secara garis besar, sistem penulisan sitasi dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Sistem Pengarang-Tahun (Sistem Nama-Tahun);

2. Sistem Numerik (Sistem Urutan); dan S

3. Sistem Catatan. Sistem Pengarang-Tahun sering dikenal dengan nama sistem Harvard, banyak digunakan dalam penulisan di bidang ilmu biologi, fisika, ilmu sosial dan kemanusian, juga disarankan untuk penulisan di bidang ilmu pengetahuan alam. Sistem Numerik banyak digunakan dalam ilmu kedokteran dan tulisan-tulisan sejenis tinjauan literatur yang memuat banyak sitasi, sementara sistem Catatan banyak digunakan di bidang ilmu kemanusiaan. Diantara ketiga sistem tersebut, sistem Pengarang-Tahun dan sistem Numerik paling banyak dipakai dalam penulisan tinjauan literatur. Oleh karena itu, tulisan ini hanya membahas kedua sistem tersebut.

SISTEM PENGARANG-TAHUN

Ciri-ciri

· Sitasi dalam teks dinyatakan dalam bentuk nama pengarang dan tahun terbit dokumen yang disitir yang ditempatkan di dalam tanda kurung. Antara nama pengarang dan tahun terbit dipisahkan dengan spasi atau tanda koma (bervariasi tergantung buku panduan).

· Nama pengarang pada sitasi/referensi dinyatakan dengan nama keluarga.

· Daftar referensi disusun sesuai dengan urutan abjad nama pengarang

· Urutan data bibliografi dalam referensi adalah: Nama pengarang, tahun terbit, judul, informasi lain kecuali tahun terbit.

Kelebihan

· Jika akan menambah atau menghapus referensi, penulis tidak perlu merubah keseluruhan urutan dalam daftar referensi.

· Pembaca dapat mengidentifikasi dokumen yang disitir tanpa melihat ke dalam daftar referensi.

· Tahun terbit dokumen dapat memberikan informasi yang berhubungan dengan perkembangan konsep dan metode yang sedang dibahas secara kronologis.

· Nama pengarang yang disitir tampil dalam teks.

Kelemahan

· Pada teks yang memuat banyak sitasi atau nama pengarang/lembaga yang terlalu panjang, maka panjangnya sitasi dapat mengganggu keterbacaan teks.

· Aturan pada sistem pengarang-tahun lebih rumit dibanding sistem numerik, misalnya tentang urutan sitasi, tanda baca antara sitasi, dan urutan abjad pengarang pada daftar referensi.


Cara Penyajian

Ada 2 macam cara penyajian sitasi sistem Pengarang-Tahun, yaitu :

· Nama pengarang merupakan bagian dari kalimat. Dalam hal ini, tahun terbit diletakkan di dalam tanda kurung.

Contoh : Wynken (1988) believe that………..

· Nama pengarang bukan merupakan bagian dari kalimat. Dalam hal ini, nama pengarang dan tahun terbit diletakkan di dalam tanda kurung.

Contoh: ……and the most recent work (Dawson 1997) has shown a…

SISTEM NUMERIK

Ciri-ciri :

· Sitasi dalam teks dinyatakan dalam bentuk nomor (angka) yang ditempatkan di dalam tanda kurung atau di atas garis (superscript).

· Urutan nomor sitasi disusun berdasarkan urutan munculnya sitasi dalam teks.

· Daftar referensi disusun sesuai dengan nomor urut sitasi

· Urutan data bibliografi dalam referensi adalah: Nama pengarang, judul, informasi lain termasuk tahun terbit.

Kelebihan

· Keterbacaan teks tidak banyak mengalami gangguan

· Lebih praktis digunakan untuk teks yang memuat banyak sitasi dan secara terus menerus seperti tinjauan literatur.

· Menghemat ruang, kertas dan biaya.

Kekurangan

· Pembaca harus melihat daftar referensi jika ingin tahu karya siapakah yang disitir, karena sitasi dalam teks tidak memberikan informasi tentang hal itu.

· Jika penulis akan menambah atau menghapus referensi, maka keseluruhan urutan nomor referensi harus diubah.

· Nama pengarang kurang terlihat karena tidak muncul dalam teks.

Cara penyajian

· Ukuran huruf yang digunakan untuk nomor sitasi umumnya lebih kecil dari huruf pada teks.

· Nomor sitasi yang tidak berurutan dipisahkan dengan tanda koma tanpa spasi

· Nomor sitasi yang berurutan lebih dari dua nomor, cukup menuliskan nomor awal dan nomor akhir sitasi dan dipisahkan dengan tanda hubung. Jika hanya ada dua nomor, cukup dipisahkan dengan tanda koma.

CARA PENULISAN SITASI

Perbedaan cara penulisan sitasi pada sistem Pengarang-Tahun dapat dilihat pada Tabel 1, dan perbedaan cara penulisan sitasi pada sistem Numerik dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1

Penulisan Sitasi pada Sistem Pengarang-Tahun

Kategori Pengarang Panduan Penulisan Sitasi

1 Pengarang CBE (Smith 1986)

Chicago (Smith 1986)

Turabian (Smith 1986)

Wilkinson (Smith, 1986)

ISO (Smith, 1986)

1 Pengarang 2 karya CBE (Smith 1986, 1988)

Chicago (Smith 1986, 1988)

Turabian (Smith 1986, 1988)

Wilkinson (Smith, 1986, 1988)

1 Pengarang 2 karya tahun sama CBE (Smith 1986a, 1986b)

Chicago (Smith 1986a, 1986b)

Turabian (Smith 1986a, 1986b)

Wilkinson (Smith, 1986a, b)

2 Pengarang CBE (Smith and Dawson 1987)

Chicago (Smith and Dawson 1987)

Turabian (Smith and Dawson 1987)

Wilkinson (Smith & Dawson, 1987)

3 Pengarang CBE (Smith, Jones, and others 1990)

Chicago (Smith, Jones, and Brown 1990)

Turabian (Smith, Jones, and Brown 1990)

Wilkinson (Smith, Jones, and Brown, 1990)

ISO (Smith et al., 1987)

>3Pengarang CBE (Smith and others 1987)

Chicago (Smith et al. 1987)

Turabian (Smith et al. 1987)

Wilkinson (Smith et al., 1987)

ISO (Smith et al., 1987)

Beberapa karya CBE (Dawson and Briggs 1974; Smith 1986; Brown 1987)

Chicago (Dawson and Briggs 1974; Smith 1986; Brown 1987)

Turabian (Dawson and Briggs 1974; Smith 1986; Brown 1987)

Wilkinson (Dawson & Briggs, 1974; Smith, 1986; Brown, 1987)

Dari data-data tersebut di atas dapat diketahui bahwa perbedaan sistem penu-lisan sitasi pada sistem Pengarang-Tahun dari 5 panduan tersebut terletak pada:

· Penggunaan tanda baca (koma) diantara nama pengarang dengan tahun terbit dokumen.

· Penggunaan simbol & sebagai pengganti “and”

· Penggunaan istilah “and others” dengan “et al.”

· Penggunaan singkatan huruf untuk menuliskan 2 karya pengarang dengan tahun terbit yang sama.

Tabel 2

Penulisan Sitasi pada Sistem Numerik

Kategori Pengarang

Panduan Penulisan Sitasi

1 Karya CBE has been shown1 .....

Wilkinson has been shown1 to..

has been shown (1) to...

has been shown [1] to...

ISO has been shown (1)……

Beberapa karya CBE have been shown1,2,5,7 9...

Wilkinson studied by many workers.1,3,17

studied by many workwers (1, 3, 5).

studied by many workwers [1 10].

studied by many workwers [1] [10].


Dari data di atas terlihat bahwa penulisan sitasi dalam teks dengan sistem Numerik dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: menuliskan nomor/angka di atas garis (superscript), atau menempatkannya di dalam kurung ataupun kurung siku.

Sumber : http://www.slingfile.com/file/41Q8wrmwkB

Contoh Skripsi beserta Latar Belakang Masalah

KONSEP MUSIK SPIRITUAL (AS-SAMA‘) MENURUT ABU HAMID AL-GAZALI

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu ajaran tasawuf yang paling penting adalah penyucian jiwa. Penyucian jiwa itu ada kalanya dilakukan para sufi dengan as-sama‘, yaitu mendengarkan musik yang indah sebagai alat purifikasi. Musik adalah sarana penyucian jiwa dan pengenalan unsur rohani dari diri seseorang. Musik tidak hanya menyentuh, tetapi meresap dan merasuk jiwa dan hati pendengarnya.

Menurut Ihwan as-Åžafa, kelompok penulis abad sepuluh dan sebelas, jiwa manusia akan terangkat tinggi menjulang ke alam ruhani ketika ia mendengar melodi indah. Musik merupakan kesenian yang keindahannya dapat dinikmati melalui indera pendengaran dan telah ada sejak zaman sebelum datangnya Islam. Di Arab, musik dinikmati dengan berbagai macam cara, sesuai dengan suasana hati para penikmatnya. Tetapi pada saat itu, mayoritas musik digunakan untuk bersenang-senang dan hura-hura. Di tempat pertunjukan musik, mereka menari-nari dalam keadaan mabuk menikmati lagu-lagu yang dilantunkan oleh para pemusik yang kesemuanya adalah wanita hamba sahaya. Tidak ada pemusik laki-laki atau orang merdeka, karena bagi mereka menjadi pemusik dianggap sebagai aib bagi orang merdeka dan kaum laki-laki.

Dalam sejarah peradaban manusia, belum ditemukan suatu kaum yang meninggalkan musik.5 Musik berkembang sejalan dengan perkembangan zaman dan peradaban manusia. Musik adalah perilaku sosial yang kompleks dan universal. Musik dimiliki oleh setiap masyarakat, dan setiap anggota masyarakat adalah “musikal”. Saat ini, perkembangan musik secara umum sangat pesat dan sangat manggiurkan generasi muda. Banyak sekali bermunculan aliran musik yang berbeda-beda; rock, heavy metal, reggae, jazz, pop, hip metal, hip hop, R&B dan lain-lain. Musik semacam ini ada juga yang syairnya bertema kriminal, pemujaan terhadap obat-obatan terlarang, kebebasan seksual, serta pengkultusan perilaku bunuh diri dan keputus-asaan. Ada pula yang secara terang-terangan memproklamirkan anti Tuhan.7 Musik juga telah menjadi sebuah industri untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi. Seperti yang terjadi di Barat yang telah memiliki pasar di dunia internasional. Musik kembali menjadi sesuatu yang identik dengan perbuaatan-perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat jahiliyah. Sekarang tidak sulit menemukan sajian musik yang digunakan untuk menari erotis, melupakan norma-norma masyarakat dan hanya menuruti hawa nafsu. Penelitian yang dilakukan terhadap permainan musik oleh 208 orang musisi profesional pada tiga buah orkestra membuktikan bahwa musik zaman sekarang memiliki pengaruh buruk atas kesehatan pemain. Gejala sindrom tersebut terjadi karena musik modern yang dimainkan bertentangan dengan pakem musik yang pernah mereka pelajari. Musik zaman sekarang janggal ditelinga dan sering menimbulkan kegelisahan, kemarahan, sakit kepala, sering murung dan lain-lain.
Agama sebagai salah satu tanda perkembangan peradaban manusia, memiliki hubungan yang nyata dengan musik. Dalam agama Kristen, musik dikenal sebagai salah satu bagian penting untuk melaksanakan ritual-ritual keagamaan. John Chrysostom, seorang pemuka agama Kristen yang hidup pada abad keempat setelah masehi mengatakan: “Tiada sesuatu, selain aransemen musik dan nyanyian agama, yang dapat meninggikan derajat akal, memberinya sayap untuk meninggalkan bumi dan melepaskannya dari belenggu jasmani serta menghiasinya dengan rasa cinta kepada kearifan.
Penganut agama Hindu di India meyakini bahwa awal kehidupan adalah ruh, dengan itu maka ilmu pengetahuan, kesenian (termasuk musik), filsafat dan kebatinan diarahkan untuk satu tujuan yang sama, yaitu kehidupan spiritual. Musik Kuno India, merupakan salah satu budaya yang diwariskan secara turun temurun oleh pemeluk agama Hindu.
Perjalanan sejarah kebudayaan Islam mengantarkan perkembangan musik ke arah musik yang bercorak Islam. Perkembangan musik dalam budaya Islam sendiri juga beragam. Ada musik yang disebut
musik sufi, ada musik yang biasa ditampilkan untuk hadirin di sebuah pengajian atau majelis ta‘lim, ada juga musik Islamiyang menembus dunia industri, seperti kelompok nasyid Snada, Raihan dan lain-lain. Dari deskripsi singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa musik dapat digunakan manusia untuk berbagai macam tujuan. Dari tujuan untuk mendekatkan manusia kepada Tuhan, sekedar hiburan, untuk mencari uang, bahkan ada juga orang menggunakan musik untuk pemenuhan hawa nafsu yang menyebabkan manusia lupa akan dirinya sebagai makhluk Tuhan. Hal inilah yang mengundang permasalahan dalam masyarakat muslim masa kini. Permasalahan ini diawali dengan pertanyaan ; “bagaimanakah hukum musik menurut Islam ?”.Pertanyaan itu menimbulkan sikap yang berbeda-beda dari orang Islam. Sebagian membuka telinganya lebar-lebar terhadap setiap lagu dan warna musik, dengan alasan bahwa mendengar musik itu sesuatu yang indah dan baik bagi hamba Allah dan Allah membolehkannya. Sebagian lagi menutup telinganya dengan rapat setiap mendengar musik, karena menurut mereka musik atau lagu adalah seruling setan dan menghalangi manusia berżikir kepada Allah dan mengerjakan shalat. Apalagi yang didengar itu adalah suara perempuan, karena suara perempuan dengan tidak menyanyi saja adalah aurat. Merekapun mengeluarkan dalil-dalil dari ayat-ayat al-Qur’an, hadiÅ›-hadiÅ› dan pendapat ulama’ untuk memperkuat pendapat mereka. Bahkan sebagian dari mereka juga ada yang mengharamkan segala bentuk musik, meskipun musik itu hanya sekedar ilustrasi siaran berita di televisi.

Banyak dari ahli fiqih yang mengharamkan musik mempertimbangkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh musik sebagai alasan keharamannya. Mereka menyebut kebiasaan-kebiasaan jelek yang biasa diringi musik, dan musik lebih memiliki keburukan daripada kebaikannya, jadi musik itu jelek. Mereka juga menambahkan, bahwa sya’ir dan musik dapat mengurangi gairah jiwa untuk melakukan tugas-tugas keagamaan, bahkan bisa mendorong manusia untuk mencari kepuasan-kepuasan di luar Islam, misalnya mabukmabukan dengan minuman keras.

B. Pokok Masalah

Penelitian dilakukan berdasarkan persepsi yang menghasilkan suatu masalah, tidak berawal dari kekosongan. Dari uraian diatas, maka perumusan masalah yang akan kita kaji adalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana pemikiran Abu Hamid Al-Gazali tentang as-sama‘
  2. Bagaimana implementasi konsep pemikiran Abu Hamid Al-Gazali tentang as-sama‘ dalam masyarakat

sumber : http://idb4.wikispaces.com/file/view/uf4003.1.pdf

Contoh Skripsi beserta Batasan Masalahnya

PENERAPAN TEKNIK PERMAINAN BAHASA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI DI KELAS V SDN JATISURA I KECAMATAN JATIWANGI KABUPATEN MAJALENGKA

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan penelitian awal yang dilakukan pada tanggal 30 Januari 2009, penulis menemukan beberapa permasalahan mendasar yang menyebabkan rendahnya tingkat kemampuan menulis puisi di kelas V SDN Jatisura I.

Permasalahan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Permasalahan yang pertama adalah hampir sebagian besar siswa kelas V SDN Jatisura I kesulitan untuk menulis puisi dengan bahasanya sendir, kata-katanya sendiri atau pun gagasannya sendiri, karena guru langsung memberikan contoh puisi dan menyuruh siswa untuk menuliskan contoh puisi tersebut tanpa memberikan kesempatan pada siswa untuk menulis puisi dengan kemampuannya sendiri atau dengan kata-katanya sendiri, bahasanya sendiri, atau pun dengan gagasannya sendiri. Padahal puisi akan lebih indah apabila ditulis dengan kata-kata sendiri, kemampuannya sendiri, atau pun dengan gagasannya sendiri.
Permasalahan yang kedua, siswa kesulitan menentukan tema sebuah puisi.
Permasalahan yang ketiga adalah siswa kelas V SDN Jatisura I mendapat kesulitan menggunakan kata-kata (kosakata) untuk dituangkan ke dalam sebuah puisi yang ingin mereka tulis.

Masalah umum penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

  1. Bagaimana meningkatkan desain pembelajaran menulis puisi dengan teknik Permainan Bahasa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SDN Jatisura I?
  2. Apakah pelaksanaan pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan teknik Permainan Bahasa dapat meningkatkan kemampuan menulis puisi siswa kelas V SDN Jatisura I?

2. Pemecahan Masalah

Untuk mengatasi permasalahan yang dirumuskan di atas, maka suatu model dituntut untuk dapat mengakibatkan siswa agar lebih aktif dan kreatif dalam pembelajaran menulis puisi. Alternatif yang akan dikembangkan adalah dengan menggunakan teknik Permainan Bahasa. Menurut Soeparno (1998:60) pada hakikatnya permainan bahasa merupakan suatu aktivitas untuk memperoleh suatu keterampilan tertentu dengan cara yang menggembirakan. Dengan teknik Permainan Bahasa siswa akan aktif dalam membuat kalimat hingga mampu mengembangkan menjadi sebuah puisi.
Berdasarkan uraian di atas, langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam teknik Permainan Bahasa yaitu sebagai berikut; perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dalam perencanaan guru mengkondisikan siswa pada situasi belajar yang menyenangkan, guru mengecek kehadiran siswa dan guru mengadakan apersepsi dengan mengadakan tanya jawab dengan siswa tentang pengalaman yang menarik dan menyenangkan yang pernah mereka alami. Pada proses pelaksanaan guru memberikan penjelasan tentang puisi dan cara-cara membuat puisi yang menyenangkan dengan kemampuan mereka sendiri, guru menuliskan sebagian puisi secara langsung dengan kata-kata sendiri guna untuk merangsang kemampuan berbahasa mereka lalu guru bersama siswa melengkapi puisi tersebut dengan kata-kata yang mereka kuasai sesuai dengan teknik.
Permainan Bahasa yang telah dijelaskan, setelah itu guru memberikan kesempatan pada siswa dengan berkelompok untuk membuat puisi dengan katakatanya sendiri sesuai dengan teknik yang telah diberikan oleh guru. Sedangkan pada proses evaluasi guru menilai ketepatan penentuan tema dengan puisi yang telah dibuat, guru menilai penggunaan kata-kata, sesuai atau saling berkaitan atau tidaknya kata-kata tersebut dengan tema yang ingin disampaikan oleh siswa.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:
“ jika pembelajaran menulis puisi dilaksanakan dengan teknik permainan bahasa, maka kemampuan menulis puisi pada kelas V SDN Jatisura I akan meningkat”

3. Batasan Masalah

  1. Teknik Permainan Bahasa adalah suatu aktivitas untuk memperoleh suatu keterampilan tertentu dengan cara menggembirakan.
  2. Meningkatkan adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan seseorang untuk memperbaiki yang sudah ada.
  3. Kemampuan adalah kesanggupan, kekuatan, kecakapan.
  4. Menulis puisi adalah mengekspresikan pengalaman batin mengenai kehidupan manusia, alam, dan Tuhan melalui media bahasa tulis yang secara padu dan utuh dipadatkan kata-katanya.

sumber : http://kd-sumedang.upi.edu/berkas/proposal/PENERAPAN%20TEKNIK%20PERMAINAN%20BAHASA%20UNTUK%20MENINGKATKAN%20KEMAMPUAN%20MENULIS%20PUISI%20DI%20KELAS%20V%20SDN%20JATISURA%20I%20KECAMATAN%20JATIWANGI%20KABUPATEN%20MAJALENGKA.pdf

Contoh Proposal Skripsi

SISTEM PENDETEKSI WAJAH MANUSIA

PADA CITRA DIGITAL

(PROPOSAL SKRIPSI)



diajukan oleh

Nama Mhs : XXX

NIM: XX.YY.ZZZ

Kepada

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA

STMIK STIKOM BALIKPAPAN
LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal Skripsi dengan judul

SISTEM PENDETEKSI

WAJAH MANUSIA PADA CITRA DIGITAL

yang diajukan oleh

NamaMhs

NIM: XX.YY.ZZZ

telah disetujui oleh Jurusan Teknik Informatika STIKOM Balikpapan dengan dosen pembimbing:

1. …………………………………………………………….

2. …………………………………………………………….

Balikpapan, tanggal……………………

Ketua Jurusan Teknik Informatika

Setyo Nugroho, ST, MKom

IMPLEMENTASI SISTEM PENDETEKSI

WAJAH MANUSIA PADA CITRA DIGITAL

1. LATAR BELAKANG

Dewasa ini teknologi pengenalan wajah semakin banyak diaplikasikan, antara lain untuk sistem pengenalan biometrik (yang dapat juga dikombinasikan dengan fitur biometrik yang lain seperti sidik jari dan suara), sistem pencarian dan pengindeksan pada database citra digital dan database video digital, sistem keamanan kontrol akses area terbatas, konferensi video, dan interaksi manusia dengan komputer.

Dalam bidang penelitian pemrosesan wajah (face processing), pendeteksian wajah manusia (face detection) adalah salah satu tahap awal yang sangat penting di dalam proses pengenalan wajah (face recognition). Sistem pengenalan wajah digunakan untuk membandingkan satu citra wajah masukan dengan suatu database wajah dan menghasilkan wajah yang paling cocok dengan citra tersebut jika ada. Sedangkan autentikasi wajah (face authentication) digunakan untuk menguji keaslian/kesamaan suatu wajah dengan data wajah yang telah diinputkan sebelumnya. Bidang penelitian yang juga berkaitan dengan pemrosesan wajah adalah lokalisasi wajah (face localization) yaitu pendeteksian wajah namun dengan asumsi hanya ada satu wajah di dalam citra, penjejakan wajah (face tracking) untuk memperkirakan lokasi suatu wajah dalam video secara real time, dan pengenalan ekspresi wajah (facial expression recognition) untuk mengenali kondisi emosi manusia (Yang, 2002).

Pada kasus tertentu seperti pemotretan untuk pembuatan KTP, SIM, dan kartu kredit, citra yang didapatkan umumnya hanya berisi satu wajah dan memiliki latar belakang seragam dan kondisi pencahayaan yang telah diatur sebelumnya sehingga deteksi wajah dapat dilakukan dengan lebih mudah. Namun pada kasus lain sering didapatkan citra yang berisi lebih dari satu wajah, memiliki latar belakang yang bervariasi, kondisi pencahayaan yang tidak tentu, dan ukuran wajah yang bervariasi di dalam citra. Contohnya adalah citra yang diperoleh di bandara, terminal, pintu masuk gedung, dan pusat perbelanjaan. Selain itu juga pada citra yang didapatkan dari foto di media massa atau hasil rekaman video. Pada kasus tersebut pada umumnya wajah yang ada di dalam citra memiliki bentuk latar belakang yang sangat bervariasi.

Penelitian ini akan difokuskan pada masalah pendeteksian wajah. Dengan sistem pendeteksi wajah yang akurat, maka proses selanjutnya yaitu pengenalan wajah dapat dilakukan dengan lebih mudah.

2. PERUMUSAN MASALAH

Masalah deteksi wajah dapat dirumuskan sebagai berikut: dengan masukan berupa sebuah citra digital sembarang, sistem akan mendeteksi apakah ada wajah manusia di dalam citra tersebut, dan jika ada maka sistem akan memberitahu berapa wajah yang ditemukan dan di mana saja lokasi wajah tersebut di dalam citra. Keluaran dari sistem adalah posisi dari subcitra yang berisi wajah yang berhasil dideteksi.

3. BATASAN MASALAH

Pada sistem deteksi wajah ini diberikan pembatasan masalah sebagai berikut:

· Citra masukan yang digunakan adalah hitam putih dengan 256 tingkat keabuan (grayscale).

· Wajah yang akan dideteksi adalah wajah yang menghadap ke depan (frontal), dalam posisi tegak, dan tidak terhalangi sebagian oleh objek lain.

· Metode yang dipakai adalah jaringan syaraf tiruan multi-layer perceptron dengan algoritma pelatihan back-propagation.

4. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian bertujuan untuk membuat suatu desain dan implementasi sistem deteksi wajah dengan masukan berupa citra digital sembarang. Sistem ini akan menghasilkan subcitra yang berisi wajah-wajah yang berhasil dideteksi.

5. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai langkah awal untuk membangun sistem pemrosesan wajah yang menyeluruh, yang bisa diaplikasikan pada sistem pengenalan wajah atau verifikasi wajah. Program aplikasi yang dibuat juga dapat dijadikan bahan untuk penelitian lebih lanjut di bidang yang berkaitan.

Dengan penyesuaian tertentu, metode yang digunakan mungkin dapat juga dimanfaatkan untuk sistem deteksi objek secara umum yang tidak hanya terbatas pada wajah, misalnya deteksi kendaraan, pejalan kaki, bahan produksi, dan sebagainya.

Dari hasil penelitian ini juga diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap jaringan syaraf tiruan, dan pengaruh berbagai parameter yang digunakan terhadap unjuk kerja pengklasifikasi jaringan syaraf tiruan.

6. METODE PENELITIAN

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari langkah-langkah berikut:

· Melakukan studi kepustakaan terhadap berbagai referensi yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Topik-topik yang akan dikaji antara lain meliputi: pengenalan pola, pengolahan citra digital, pendeteksian objek secara umum, pendeteksian wajah, dan jaringan syaraf tiruan.

· Menyiapkan training data set yang akan digunakan untuk proses pembelajaran dari sistem. Data wajah yang digunakan akan melalui praproses berupa resizing menjadi 20x20 pixel, masking, dan histogram equalization.

· Merancang sistem pendeteksi wajah dengan jaringan syaraf tiruan, kemudian membuat program aplikasinya.

· Melakukan pelatihan pada sistem dengan training data set yang telah disiapkan sebelumnya.

· Melakukan pengujian unjuk kerja sistem. Unjuk kerja pada sistem pendeteksi wajah diukur dengan menghitung detection rate dan false positif rate.

7. JADWAL PENELITIAN

No.

Kegiatan

Bulan / Tahun

Okt

03

Nop

03

Des

03

Jan

04

Feb

04

Mar

04

1

Studi Kepustakaan

2

Penulisan Proposal

3

Pengumpulan Data

4

Pembuatan Sistem/Program

5

Pengujian Sistem

6

Penulisan Laporan Akhir

8. DAFTAR PUSTAKA

L. Fausett, 1994, Fundamentals of Neural Networks: Architectures, Algorithms, and Applications, Prentice-Hall Inc., USA.

R.C. Gonzalez, R.E. Woods, 1992, Digital Image Processing, Addison-Wesley Publishing Company, USA.

E. Hjelmas, B.K. Low, 2001, “Face Detection: A Survey”, Computer Vision and Image Understanding. 83, pp. 236-274.

H. Rowley, S. Baluja, T. Kanade, 1998, “Neural Network-Based Face Detection”, IEEE Trans. Pattern Analysis and Machine Intelligence, vol. 20, no. 1.

M.H. Yang, D. Kriegman, N. Ahuja, 2002, “Detecting Faces in Images: A Survey”, IEEE Trans. Pattern Analysis and Machine Intelligence, vol. 24, no. 1.

sumber : www.geocities.com/setyo_n/ContohProposalSkripsi.doc